Kemarin saya menjenguk adik yang lagi pendidikan SECAPA AD Bandung. Kami berangkat jam 05.00 WIB. Dalam perjalanan masuk tol agak tersendat karena ban bocor mungkin kena batu. Sampai di SECAPA kira-kira jam 08.00 WIB, habis melakukan pendaftaran kami menunggu di GOR Napitulu. Pukul 09.30 WIB pertemuan tersebut tiba, banyak tentara yang masuk ke GOR, aku celingak-celinguk mana sich Arifin. Mimin, Bapak dan Mas Is keluar menyambut diluar, Ibu bilang ke aku coba ikutan mencari diluar tapi sebelum aku beranjak melangkahkan kaki, aku lihat Mimin sudah kembali, ini berarti Arifin dah ketemu, tapi mana Arifinnya…… kok yang bersama Mimin sepertinya temennya Arifin kali karena posturnya kecil banget.
Setelah jarak kami dekat, eee… orang yang aku anggap temennya Arifin ternyata Arifin…… walah… walah…. walah…. kok jadi kaya anak-anak begini, kecil dan item tidak seperti waktu aku antar ke Mabes kemarin, drastis banget dalam waktu kurang lebih 3 bulan.
Suasana di dalam GOR jadi penuh rasa emosional dan mengharukan, kulihat disebelah saya ada seorang tentara saat berpelukan dengan ibunya menangis “membik-membik”. Kulihat Wahit ikutan mengeluarkan air mata, nunduk menyembunyikan mukanya malu diketahui istrinya (Ria) dan istrinya pun tahu kemudian mengatain "loh... kok ikutan nangis". Aku coba memalingkan muka karena biasanya juga ngga tahan melihat hal-hal seperti ini.
Dipta dalam gendonganku aku kasih tau, Dip ini papa, respon pertama Dipta ngga mau dan memalingkan muka. Maklum sudah 3 bulan ngga ketemu, pangling juga kali dia. Lama-lama dipta mau juga ikutan main sama papanya.
Kucoba bayangkan, Arifin dan teman2 yang ditengokin oleh keluarganya lebih beruntung daripada temen2 lain yang tidak ditengokin oleh keluarganya, pasti sangat sedih banget.
Setelah jarak kami dekat, eee… orang yang aku anggap temennya Arifin ternyata Arifin…… walah… walah…. walah…. kok jadi kaya anak-anak begini, kecil dan item tidak seperti waktu aku antar ke Mabes kemarin, drastis banget dalam waktu kurang lebih 3 bulan.
Suasana di dalam GOR jadi penuh rasa emosional dan mengharukan, kulihat disebelah saya ada seorang tentara saat berpelukan dengan ibunya menangis “membik-membik”. Kulihat Wahit ikutan mengeluarkan air mata, nunduk menyembunyikan mukanya malu diketahui istrinya (Ria) dan istrinya pun tahu kemudian mengatain "loh... kok ikutan nangis". Aku coba memalingkan muka karena biasanya juga ngga tahan melihat hal-hal seperti ini.
Dipta dalam gendonganku aku kasih tau, Dip ini papa, respon pertama Dipta ngga mau dan memalingkan muka. Maklum sudah 3 bulan ngga ketemu, pangling juga kali dia. Lama-lama dipta mau juga ikutan main sama papanya.
Kucoba bayangkan, Arifin dan teman2 yang ditengokin oleh keluarganya lebih beruntung daripada temen2 lain yang tidak ditengokin oleh keluarganya, pasti sangat sedih banget.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar